Status kepemilikan maskapai penerbangan Lion Air, mulai
dipertanyakan. Kalau selama ini perusahaan swasta itu dibanggakan
sebagai milik pengusaha nasional, belakangan muncul kecurigaan.
Nama
pengusaha Indonesia di perusahaan itu hanya "di atas kertas" sementara
sejatinya yang memodali perusahaan itu pemodal Singapura. Sehingga Lion
Air sebetulnya perusahaan asing yang beroperasi dengan bendera merah
putih.
Kecurigaan tentang kepemilikan itu disampaikan kepada INILAH.COM baru-baru ini oleh seorang pengusaha nasional yang sudah lebih dari dua puluh tahun aktif sebagai anggota Kamar Dagang ASEAN.
Kecurigaan
tertuju pada penggunaan nama "Lion" dan kemampuan perusahaan tersebut
membeli 230 unit pesawat dari Boeing, Amerika Serikat. "Lion itu khan,
dalam bahasa Inggris artinya Singa. Dan yang paling banyak menggunakan
nama Singa adalah Singapura. Kalau kita di Indonesia, nama Singa hampir
tidak pernah digunakan," ujar pengusaha yang belum mau disebut
identitasnya itu.
Tentang mengapa indentitas Singapura
disembunyikan sebagai pemilik dari maskapai penerbangan tersebut, itulah
yang sebetulnya menjadi sorotan utama. Sebab dengan demikian Singapura
sebetulnya secara diam-diam berusaha mendominasi bisnis penerbangan di
Indonesia dengan cara tidak terbuka.
Perusahaan penerbangan
Singapura lainnya yang melayani rute Indonesia Silk Air. Anak perusahaan
Singapore Airlines ini melayani rute-rute sejumlah ibukota provinsi
maupun kota madya. Keadaan ini dirasakan sebagai sebuah kondisi yang
tidak berimbang bahkan tidak sehat.
Singapura, negara yang
penduduknya tidak sampai 5 juta jiwa itu, tetapi memperoleh hak terbang
di angkasa Indonesia yang di bawahnya dihuni oleh 240 juta manusia.
Di
luar bisnis penerbangan, Singapura diyakini semakin merangsek ke
berbagai bisnis vital dan strategis di Indonesia. Seperti bisnis
keuangan dan telekomunikasi. Sejumlah bank swasta nasional yang kolaps
pada krisis moneter 1998, telah berada di bawah kendali Singapura,
seperti Bank Danamon dan Bank Internasional Indonesia (BII). Singapura
juga memiliki saham 35% di PT Telkomsel, operator telepon seluler yang
saat ini memiliki pelanggan 140 juta.
Kecurigaan bahwa Lion Air
sesungguhnya milik atau dimodali oleh pengusaha Singapura semakin kuat,
ketika tahun lalu, tanpa ba bi bu, tiba-tiba mengumumkan pembelian
sebanyak 230 unit pesawat buatan Boeing, Amerika Serikat.
Pengumuman
itu begitu menarik perhatian sekaligus menimbulkan kontroversi. Sebab
penanda-tanganan kesepakatan jual beli dilakukan pada 18 Nopember 2011,
di tengah-tengah acara KTT ASEAN, di Nusa Dua Bali.
Penanda-tanganan
perjanjian antara Lion Air dan Boeing itu disaksikan langsung oleh
Presiden RI Susilo Bambang Yudhoyono dan Presiden AS Barack Obama.
Pemesanan pesawat sebanyak itu, disebut-sebut mengalahkan rekor pesanan
dari Emirates Airlines dari Uni Emirat Arab, negara yang memang dikenal
kaya raya dari hasil minyak.
Penanda-tangan di Bali itu juga
sempat mendapat protes dari fabrikan pesawat Eropa yang berkedudukan di
Prancis, Airbus. Pasalnya, Obama sebagai Presiden dianggap telah
melakukan intervensi dalam bisnis swasta, sesuatu yang melanggar etika.
"Kalau
hanya modal Indonesia, saya tidak yakin Lion Air bisa membeli atau
memesan pesawat sebanyak itu," kata pengusaha yang juga menjadi
penasehat bisnis sejumlah Kepala Negara di kawasan Asia itu.
Menurut
Wikipedia Indonesia, Lion didirikan pada Oktober 1999 oleh kakak
beradik Kusnan dan Rudi Kirana. Modalnya US$10 juta dan secara resmi
baru dioperasikan 30 Juni 2000. Kakak beradik ini tadinya mengelola
bisnis perjalanan Lion Tours.
Data ini memberi petunjuk bahwa Lion
Air berdiri ketika situasi ekonomi Indonesia sedang morat-marit sebagai
dampak dari krisis moneter dan pelengseran Presiden Soeharto
0 komentar:
Posting Komentar